Lihat, dengar dan rasakan

Foto saya
Palembang, sumatera selatan, Indonesia
Aku adalah aku.. apa perdulimu?

Sabtu, 03 April 2010

Mimpi Buruk bag.2

Kuda-kuda Besi (cerita 9) : Mimpi Buruk! (bag.2)

Aku merasakan kepalaku pusing sesaat. kuraba keningku yang bengkak, kedua siku tanganku nyeri. sesaat kemudian aku teringat pada mbak yenni. Kulihat perempuan itu tertelungkup tak sadarkan diri di aspal jalanan. Aku sontak bangkit lalu berlari menghampiri tubuh perempuan itu. kulihat darah disela-sela rambut bagian belakang kepalanya.

Aku panik. Aku lalu berteriak minta tolong. Dalam sekejap tempat itu menjadi ramai. Orang-orang berdatangan hingga puluhan, jalan menjadi macet. kendaraan yang lalu-lalang berhenti untuk melihat kejadian itu. Sebagian orang bergegas mendatangi mobil avanza hitam yang tadi menabrak motorku. Mereka berteriak-teriak dengan marah, mengutuki si pengendara mobil yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi. Beberapa orang membantuku mengangkat tubuh mbak Yenni yang pingsan.

"cari mobil..! lekas cari mobil..! bawa kerumah sakit segera..! teriak seseorang.
Beruntung sebuah mobil berhenti dan bersedia membantu kami membawa mbak Yenni kerumah sakit. Aku tak menghiraukan lagi motorku, yang kupikirkan sekarang adalah sesegera mungkin menyelamatkan mbak Yenni. Kami mengangkat tubuh mbak yenni kedalam mobil, sebelum naik ke mobil aku mengawasi kerumunan orang-orang yang melihat kearah kami, kalau-kalau ada salah satu yang kukenal untuk kumintai pertolongan menjaga motorku yang tadi terseret jauh hingga kepinggir jalan. tapi tak ada yang kukenal. Sepintas aku melihat seraut wajah diantara kerumunan orang-orang tersebut. Seorang Pria setengah baya dengan jaket jeans berwarna biru. Aku mengenalinya. Pria itu yang tempo hari kuberi tumpangan ke Lampu Merah. Pria itu menatapku dengan aneh seraya menyeringai! Aku hendak mendekatinya, tapi pria itu lalu menghilang dengan misterius.


Aku duduk diatas ranjang besi diruang gawat darurat RS. Myria. Seorang suster berpakaian serba putih mendekatiku. "bagaimana dengan mbak Yenni, suster?" Tanyaku.

"Maksud anda perempuan yang dibawa bersama anda tadi? tenang saja. Dia sudah mendapat perawatan kok. Sekarang saya akan memeriksa luka-luka anda..mohon buka bajunya ya."

Aku membuka bajuku, Aku baru sadar ternyata kedua siku lengan dan punggungku sebelah kiri penuh luka lecet. suster itu lalu mengobatiku dengan cairan antiseptic yang dioleskan dengan kapas keseluruh luka ditubuhku. aku mengernyit menahan perih.

"anda juga harus disuntik..agar lukanya cepat sembuh." suster itu lalu menyiapkan peralatan suntiknya. Aku diam saja. Aku lantas berbaring ketika sang perawat rumah sakit itu memerintahkan aku untuk berbaring. Handphoneku berdering. ternyata adik perempuanku yang menelepon. Aku lupa aku tak sempat menghubungi keluargaku perihal kejadian yang menimpaku barusan.

"Kak...bagaimana keadaan kakak? kakak baik-baik saja kan? kakak dirumah sakit mana?" adikku mencecarku dengan beragam pertanyaan dengan nada cemas dan panik. "kakak tak apa-apa, jangan khawatir..nanti juga pulang kok, kakak sekarang dirumah sakit myria...kalian tenang saja. bilang sama bapak dan emak kalo kakak tak apa-apa..." jawabku meyakinkan adikku.

"Apa kami perlu kerumah sakit sekarang?" tanya adikku lagi.
"tak perlu...sebentar lagi kakak pulang, ini hanya luka kecil kok.." kataku lagi, Aku berusaha menyakinkan adikku kalau aku tak mengalami cidera parah. Aku lalu mematikan handphone. suster yang tadi hendak menyuntikku diam menunggu. "sepertinya anda segar bugar..tapi anda tetap perlu mendapat suntikan."

"terserahlah mbak.." jawabku pendek. suster itu lalu menyuntikku. Kembali handphoneku berdering. beberapa sms dari teman-temanku masuk. Mereka sudah tahu perihal kecelakaan yang menimpaku, mereka menanyakan keadaanku. Langsung kukabarkan pada mereka kalau aku tak apa-apa. Si suster selesai melaksanakan tugasnya. "nanti ada perawat lain yang akan merawat anda, saya permisi dulu." katanya kemudian. Lalu perempuan berseragam putih itu berlalu. Aku duduk sendirian diatas ranjang. Mencoba mengingat-ngingat kembali bagaimana aku bisa mengalami musibah ini. Dalam hati aku amat bersyukur aku tak mengalami luka parah. Allah telah menyelamatkanku dari maut yang nyaris saja merenggut nyawaku. Aku mengucap tasbih berulang-ulangkali didalam hati.

Tak berapa lama seorang suster masuk kedalam ruangan itu. Orang yang lain. Aku mengamati perempuan itu, ketika kami beradu pandang aku terperangah tak percaya. "Ning..." desisiku. Suster itu tersenyumkearahku. Aku mengenalinya, Subhanallah! "Ning..ini kamu kan Ning?"

Perempuan berseragam putih itu mengangguk. Aku sungguh tak menyangka akan bertemu dengan sahabat lamaku, Ningrum adalah temanku sebangku sewaktu kami masih sama-sama duduk dikelas dua SMP. pertemuan ini sungguh tak kusangka. Aku tak mengira Ningrum akhirnya menjadi seorang perawat dirumah sakit. wajahnya tak banyak berubah, tetap manis dan cantik dengan tubuh kurus dan berkulit sawo matang. Ningrum berdiri disampingku tersenyum sembari mengulurkan tangannya. "Apa kabar Dud..?"

"Baik. kamu tak berubah Ning..."
"kamu juga...sepertinya ini menjadi pertemuan yang aneh bagiku.."
Aku tersenyum. "tentu saja, aku sebagai pasien dan kamu sebagai perawatnya.." Ningrum lagi-lagi tersenyum."kamu tak banyak berubah."
entah sudah berapa tahun aku tak bertemu dengan gadis itu. semenjak tamat SMP tahun 1995 hingga sekarang kami tak pernah berjumpa. Tak tahu kabar masing-masing. Hingga jalan takdir akhirnya mempertemukan kami disebuah ruangan di rumah sakit ini. Ningrum menyiapkan kapas dan perban, ia mengamati bengkak dikeningku. "bengkak ini harus cepat diobati, biarkan aku membalutnya dengan perban."

Aku mengangguk. Ningrum meraba keningku, kutatap matanya. Gadis itu merunduk malu. Ia lalu mengambil gulungan perban di nampan yang tadi dibawanya. "kamu sudah menikah Ning?"
"sudah...setahun yang lalu."
"kamu sendiri?" ningrum balas bertanya padaku. Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal lalu menggeleng. "Aku masih belum menemukan apa yang kucari, Ning.Siapa laki-laki beruntung itu Ning?"
Ningrum diam tak menjawab, ia membersihkan luka dikeningku lalu membalutnya dengan perban. "sekarang ia tengah diluar kota. Lampung. Lain kali kamu harus hati-hati Dud..Aku tak mau kita bertemu lagi dalam kondisi seperti ini."

Aku menghela nafas. Lalu teringat pada mbak yenni. "bagaimana keadaan mbak yenni Ning? apa dia baik-baik saja?"
"sepertinya dia mengalami gegar otak, ada luka dikepala bagian belakang dan beberapa dibagian tubuh yang lain. Tapi kami sudah mengatasinya. kau tenang saja sekarang, jangan berpikiran yang buruk."
"Aku merasa amat bersalah Ning...Aku.." Ningrum menepuk pundakku. "Bersabarlah...ini adalah sebagian kecil ujian dari Allah kepada hambaNya yang beriman. kita harus tegar dan menjadikan semua kejadian ini sebagai pelajaran berharga dimasa yang akan datang. Ini juga bisa menjadi teguran agar kita tak boleh lalai dalam mengingatNya."

Ah, ucapan Ningrum membuatku hatiku tersentuh. Ningrum selalu tak henti menasehatiku sewaktu kami sebangku dulu di masa-masa sekolah. Dialah teman yang selalu membantuku dalam tiap kesulitan disekolah, mengajariku bila aku tak memahami satu pelajaran atau membantuku menyelesaikan pekerjaan sekolah.

Aku terduduk lemah dibangku panjang diteras rumah sakit. Setelah luka-luka ringan yang kuderita sudah di obati aku menyempatkan diri keruangan UGD dimana mbak yenni dirawat. kulihat perempuan itu belum sadarkan diri, seorang anak perempuan menangis disampingnya. Dewi, sang putri kecilnya yang mulai beranjak remaja barusan datang ke rumah sakit begitu mendengar kabar ibunya mengalami kecelakaan. Dengan diantar beberapa orang tetangganya.
seorang bapak-bapak mencoba menenangkannya.

Aku meraba keningku yang dibalut perban, rasa nyeri mendera kepalaku sesaat. Aku seakan tak percaya begitu buruknya peristiwa yang barusan kualami. padahal seingatku aku tak mempunyai firasat apa-apa kalau bakal mengalami mimpi buruk seperti ini. Mimpi buruk yang akan terus membekas dalam ingatanku sampai kapanpun....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar