Lihat, dengar dan rasakan

Foto saya
Palembang, sumatera selatan, Indonesia
Aku adalah aku.. apa perdulimu?

Sabtu, 03 April 2010

Mimpi Buruk bag. 1

Kuda-kuda Besi (cerita 9) : Mimpi Buruk! (bag. 1)

Jalan Tanjung Api-api membentang angkuh. Tak pernah sepi dari deru mesin-mesin kendaraan yang lalu lalang sepanjang hari. Terkadang aku masih tak percaya kalau dulunya jalan itu adalah rawa-rawa dan hutan. Kini semua telah berubah sejak awal tahun 90-an sekelompok traktor-traktor kuning dengan perkasanya menggusur habis pepohonan yang pernah tumbuh dengan rimbunnya disana. Mobil-mobil truk Fuso pengangkut tanah hilir mudik mengangkut tanah untuk menimbun rawa-rawa tempat kami bertualang semasa kecil dulu untuk mencari ikan.

Kami tak pernah membayangkan sebelumnya kalau suatu saat hutan dan rawa-rawa yang ditimbuni itu akan menjadi jalan raya yang membentang tepat didepan perumahan 'ujung dunia' tempat kami tinggal. Jalan Tanjung api-api menjadi akses menuju bandara internasional Sultan Mahmud Badaruddin II dan juga akses menuju Pelabuhan megah 'Tanjung Api-api' yang penuh kontroversial dalam proses pembangunannya.

Ketika sebuah Traktor berhasil menumbangkan sebatang pohon beringin tua dipinggir lapangan temapat kami bermain, itulah awal pertanda akan hadirnya peradaban baru didaerah kami tinggal. Ironisnya kami saat itu justru bersorak-sorak kegirangan ketika traktor kuning itu berhasil menumbangkan pohon terbesar tempat dimana kami dulu sering bernaung dan bermain dibawah rindangnya, setelah berkali-kali gagal merobohkan dan menaklukan akar-akarnya yang berpijak kuat didalam tanah.

Suaranya bergemuruh ketika pohon itu tumbang, dan sang sopir traktor mengelap keringatnya dengan handuk dan sorot mata yang memancarkan perasaan puas dan penuh kemenangan. Hari itu ia berhasil membuka jalan bagi kemajuan pembangunan didaerah tempat kami tinggal.

Tepat delapan belas tahun kemudian, kini rawa-rawa dan lapangan tempat kami bermain semasa kecil telah menjelma menjadi sebuah jalan raya yang terang benderang dengan lampu-lampu hias ditengah trotoar.

Aku menyusuri jalan tanjung Api-api dengan sepeda motorku. sinar lampu depan motorku berkilat-kilat laksana pedang cahaya menembus kegelapan malam. Angin malam membelai wajahku.Aku diam dalam hening. Pria separuh baya yang sedari tadi duduk membonceng dibelakangku juga tak banyak bicara. Aku bertemu dengannya digapura perumahan, pria itu memohon agar aku bersedia memberinya tumpangan. Ia bemaksud ke lampu merah tapi karena hari telah malam tak ada lagi ojek yang melintas. Aku bersedia mengantarnya karena lampu merah tak begitu jauh dari perumahan. Dengan jalanan Tanjung Api-api yang mulus aku cukup membutuhkan waktu kurang dari sepuluh menit untuk tiba dipersimpangan lampu merah.

Pria itu, dengan jaket biru jeans dan tas ransel dipundaknya akhirnya kuberi tumpangan. selama perjalanan kami diam untuk beberapa saat, sampai akhirnya ia membuka suara. "Sudah lama tinggal didaerah sini dik?"
Aku mengangguk. "kurang lebih 26 tahun pak..sejak tahun 82..". Pria separuh baya itu mengangguk-ngangguk. "cukup lama juga ya..." katanya."sepertinya ada yang aneh ketika saya berjalan melewati sebatang pohon jambu mete tak jauh dari gapura tadi.Ada aura gaib melingkupi pohon itu."

"Maksud bapak, pohon itu ada penunggunya?" tanyaku sembari sesekali memainkan tombol lampu depan motorku ketika dari arah berlawan sebuah mobil melaju. Pria itu menghela nafas. "sepertinya begitu..menurut penglihatan saya dipohon itu bersemayam mahluk sejenis kuntilanak...adik tahu itu?"

"Oh itu...semua orang sudah tahu pak, tapi selama tak mengusik dan menganggu orang yang melintas, tak menjadi masalah pak. Kita tak perlu takut. Mahluk halus sejenis jin memang ada didunia ini, tapi mereka berbeda alam dengan kita, mereka mahluk tak nyata."

"Hemm, kau benar dik. Bapak juga melihat ada keanehan di jalan tepat didepan perumahan tadi... tapi bukan sejenis kuntilanak, melainkan manusia dengan wujud kepala anjing..kalian harus berhati-hati karena sepertinya mahluk ini jahat."

Seketika bulu kudukku merinding mendengar ucapan pria separuh baya itu. "Pantas kalau begitu pak...disekitar situ memang sering terjadi kecelakaan yang memakan korban jiwa."

"Mahluk itu meminta tumbal. Mungkin dahulunya sebelum jalan raya ini jadi adalah tempat tinggalnya yang tanpa kita sadari kita gusur sehingga menganggunya. sebagai pelampiasan amarahnya ia akan terus menganggu setiap kendaraan yang melintas dijalan itu."

Aku terdiam, suasana jadi mencekam. hening tanpa kata. Yang terdengar hanya suara deru mesin motorku yang melaju membelah malam. Dalam hatiku terus bertanya-tanya mengapa pria separuh baya itu berkata demikian. Bagaimana ia bisa mengetahui keberadaan mahluk halus yang tinggal dibatang jambu mete dan jalan depan komplek kami. menurut pemikiranku pria tua ini pastilah memiliki kemampuan spiritual seperti kebanyakan umumnya paranormal.

"ya tak masalah memang. tapi kita tetap harus hati-hati dik...banyak-banyak berdoa memohon perlindungan Allah agar dilindungi dari gangguan mahluk-mahluk sejenis jin yang suka menganggu manusia."

Aku mengangguk. aku mengurangi kecepatan motorku. persimpangan lampu merah sudah didepan mata. intensitas kendaraan masih tinggi dijalan raya kolonel haji Burlian. Mobil-mobil dan motor lalu lalang, biskota berbagai jurusan melintas dan sesekali berhenti untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.

Aku memperlambat laju motorku. Pria separuh baya yang duduk dibelakangku menepuk pundakku, memberi isyarat agar aku menghentikan motorku. "stop disini saja dik.."

Aku menghentikan motorku dipinggir jalan. Lampu merah hanya tinggal berjarak lima meter dari tempatku berhenti. Pria itu turun lalu merogoh saku celananya. Ia mengangsurkan uang sepuluh ribu kearahku.

Aku lantas menolaknya. "tak usah pak, saya iklahs mengantar bapak tanpa mengharapkan bayaran kok.."

"tak apa dik, terima sajalah...ini sebagai bentuk ucapan terima kasih saya karena sudah diantar hingga ke lampu merah ini. Ambilah, untuk beli rokok."

Akhirnya aku menerima uang pemberian pria separuh baya itu. Pria itu kembali menepuk pundakku seraya tersenyum. Ia lalu berjalan meninggalkanku. Aku melirik sejenak uang ditanganku, ketika aku menoleh kearahnya aku terkesiap. Pria itu telah menghilang bagai ditelan bumi. Aku mengedarkan pandanganku tapi tetap tak kutemukan keberadaannya. Sungguh mustahil ia mampu berjalan secepat itu. Seketika bulu kudukku kembali merinding, cepat-cepat aku memutar motorku lalu dengan kecepatan tinggi melaju menyusuri jalan Tanjung Api-api untuk bergegas pulang. Sinar rembulan yang tadi menerangi jalan tenggelam dibalik awan-awan dilangit yang menghitam. Pekat dan gelap.



Dengan jalanan beraspal yang mulus dan lurus membentang maka tak heran apabila jalan tanjung Api-api terutama ditikungan menuju bandara sering dijadikan para kawula muda dan anak-anak berusia sekolah penggila balap menjadikan jalan itu sebagai arena kebut-kebutan dan balap liar. Ajang balap-balapan pada umumnya sering dilakukan sore hari pada hari sabtu dan minggu, kadang juga malam hari. Dengan suara mesin motor yang mengaum-ngaum mereka dengan berani melaju diatas kecepatan 80 bahkan 90 km/jam. Terkadang juga disertai dengan aksi-aksi mengangkat roda depan keatas. Apabila balapan berlangsung jalanan akan dipenuhi ratusan motor ABG yang berkelompok atau bersama pasangan masing-masing menonton aksi balap liar tersebut. Hal ini tentu teramat menganggu bagi pengguna jalan lain pada umumnya. Aksi ini baru akan bubar bila hari menjelang maghrib atau bila pihak kepolisian dari sekta 8 Sukarami datang membubarkan balapan tersebut.

Aksi balapan liar tersebut juga kerap meminta korban nyawa. sudah terlalu sering kecelakaan terjadi tapi seolah tak pernah menimbulkan efek jera. Selain ditikungan menuju bandara, kecelakaan juga sering terjadi tepat didepan gerbang perumahan PDK. Baik sesama pengendara motor ataupun mobil yang menabrak motor. Kebanyakan korban mengalami luka parah dan ada juga yang sampai meninggal. Aku juga tak habis pikir mengapa sering terjadi kecelakaan tepat beberapa meter didepan gerbang komplek perumahan tempat kami tinggal. Apakah benar jalan itu angker seperti yang orang banyak bilang? apakah benar perkataan pria separuh baya yang tempo hari pernah kuberi tumpangan ke lampu merah itu bahwa disekitar jalan tersebut ada mahluk jadi-jadian berwujud manusia berkepala anjing bersemayam yang meminta tumbal nyawa? pertanyaan-pertanyaan itu terus berkecamuk dibenakku. Terkadang aku sulit mempercayainya karena menurutku kecelakaan umumnya terjadi karena berbagai faktor : terlalu ngebut membawa kendaraan, melanggar lalu lintas, rem yang blong atau banyak faktor-faktor lainnya. Bukan karena pengaruh hal-hal yang berbau mistis seperti gangguan mahluk halus yang bisa menyebabkan terjadi kecelakaan.

Aku ingat kejadian beberapa bulan yang lalu saat salah seorang temanku Kuswandi tewas ditabrak truk Fuso yang melaju dari arah berlawanan. Atau si Ateng, anak kecil yang juga tewas ditabrak mobil karena mengejar layang-layang putus. Semua kecelakaan itu terjadi tepat didepan gerbang perumahan kami. dan Itu hanya sebagian contoh, belum lagi yang lainnya.


Minggu, 18 Mei 2008 pukul : 17.35 wib
Aku tiba didepan rumah mbak Yenni. Ia janda dengan seorang putri yang telah duduk dibangku SLTP. Siang tadi aku telah berjanji untuk mengantarnya berbelanja. Perempuan berusia tigapuluh lima tahunan itu telah menungguku sedari tadi. Aku menghidupkan mesin motorku, lalu mbak Yenni duduk membonceng dibelakang.

"kita mau kemana nih mbak?" tanyaku sebelum kutarik pedal gas. Mbak yenni berpikir sejenak, lalu dengan logat jawa yang kental ia menjawab "temani mbak beli bakso untuk Dewi dulu yak dik". Aku mengangguk. Dewi adalah nama putri satu-satunya. Mbak Yenni telah lama hidup menjanda, mantan suaminya entah kemana. Kini mereka berdua hidup susah. Mbak Yenni berjuang menghidupi dirinya dan putrinya dari bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Aku terkadang iba pada nasib mereka berdua, hidup miskin dan seadanya.

Aku lalu membawa motorku dengan kecepatan sedang. Jalan Tanjung Api-api terlihat lengang, paling hanya ada satu-dua kendaraan yang melintas. Hari semakin beranjak petang, matahari dengan semburat sinar jingganya mulai tenggelam diufuk barat. Aku mengarahkan motorku menuju sebuah warung bakso yang terletak tak jauh dari gerbang Komplek PDK, tetapi untuk menuju kewarung tersebut aku harus mengambil jalan memotong kekanan. Aku lalu menghidupkan lampu sein kanan sembari bergerak kekanan jalan, kulirik kaca spion tak ada kendaraan dibelakang kami. Aman, pikirku. Aku lalu tanpa ragu menggerakkan setang motorku kearah kanan jalan. Tapi pada saat itu tiba-tiba mbak yenni berteriak kepadaku sambil menepuk-nepuk pundakku.

"Awas dik...! ada mobil dibelakang!" Aku lantas melihat kekaca spion motorku. Tak ada kendaraan apapun, aneh! Mbak yenni lalu kembali berteriak penuh ketakutan. "Awas..ada mobil cepat kita kekiri nanti kena tabrak dik..?!

"mana mobilnya mbak? tak ada kok..?! kataku keras sambil melihat kekaca spion dengan panik. Karena tak melihat apapun aku lantas memutuskan langsung bergerak kekanan karena jarak untuk kejalur kanan tinggal tiga meter lagi. Dan pada saat itulah sebuah mobil Avanza berwarna hitam tahu-tahu telah menabrak motorku dari belakang.

Braakkk!!....
Suaranya terdengar amat keras. Aku merasakan tubuhku seakan-akan terangkat oleh tangan-tangan raksasa yang tak terlihat, lalu tubuhku terlempar dari atas motorku sendiri. Melayang tanpa daya lalu berguling-gulingan diaspal! saat terguling itu aku sempat melihat motorku terpelanting dan terseret jauh sekitar sepuluh meter lebih.

Aku terkapar tertelungkup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar