Biarkan seperti air yang mengalir, tak perlu kau paksakan. Sebab waktu juga yang akan menemukan jawaban yang kita cari-cari selama ini. Sampai di mana nantinya, apakah akan berakhir dengan airmata luka ataukah berujung tawa bahagia..
Maka bila kau tanyakan padaku, sejauh mana rasaku padamu. jawabku kurang lebih begitu. Karena pengalaman telah mengajarkan padaku bahwa hati yang dipaksakan akan berakhir serupa ranting yang berpatahan karena lindu.
Bukan aku tak cinta, atau tak menyelipkan sedikit saja kerinduanku padamu, aku hanya mencoba berpikir dengan logika dan realita, bahwa kita sekarang sesungguhnya masih berdiri di tempat masing-masing yang tak terjangkau ujung jemari juga tak bertatap mata.
Benar adanya, Tuhan yang menciptakan rasa cinta ke hati setiap manusia. Tapi Tuhan juga telah menetapkan aturan-aturan dan mekanisme yang benar dan halal agar cinta yang dititiskannya dapat tumbuh dan mekar di tempat yang semestinya. bila kita keluar dari jalur yang telah ditetapkannya maka ketidakharmonisanlah yang akan terjadi selanjutnya.
bukan aku tak cinta, tapi aku sungguh ingin rasa ini berjalan sesuai kodratnya. tidak dengan separuh hati atau terkekang oleh takdir yang nyata menjadi pemisahnya.
Palembang, 9 Februari 2012
Lihat, dengar dan rasakan

- DUDI IRAWAN
- Palembang, sumatera selatan, Indonesia
- Aku adalah aku.. apa perdulimu?
Jumat, 17 Februari 2012
Perempuan dalam Sangkar
Perempuan dalam Sangkar
Senyap
Merayap-rayap
Hinggap di bening mata lindap
Bercermin purnama
Ditingkahi nyanyian luka
perempuan perindu
Meninabobokan jiwa pada pembaringan semu
Sebelum fajar, menjelma seraut wajah dalam sangkar
(Palembang, 14 Januari 2012)
Senyap
Merayap-rayap
Hinggap di bening mata lindap
Bercermin purnama
Ditingkahi nyanyian luka
perempuan perindu
Meninabobokan jiwa pada pembaringan semu
Sebelum fajar, menjelma seraut wajah dalam sangkar
(Palembang, 14 Januari 2012)
Sepotong Sajak Untuk Cinta
Serupa jejak yang menyisakan tapak-tapak kerinduan
Pada almanak dimana tinta biru janjimu melingkar disitu
Aku menyingsingkan musim yang meluruhkan helai dedaunan
Juga hujan yang mungkin akan menggenangi jejalanan
Maka, tak perlu kau sangsikan
Sepotong sajak yang kerap kusenandungkan
Pada beranda senja maupun pagi yang bersahaja
Ada sebait do’a kukalungkan di tiap penggal kata
Teruntuk dirimu jualah ia tercipta
Palembang, 10 Januari 2012
Pada almanak dimana tinta biru janjimu melingkar disitu
Aku menyingsingkan musim yang meluruhkan helai dedaunan
Juga hujan yang mungkin akan menggenangi jejalanan
Maka, tak perlu kau sangsikan
Sepotong sajak yang kerap kusenandungkan
Pada beranda senja maupun pagi yang bersahaja
Ada sebait do’a kukalungkan di tiap penggal kata
Teruntuk dirimu jualah ia tercipta
Palembang, 10 Januari 2012
Minggu, 16 Oktober 2011
Sajak Bulan
Gemintang
berkawan awan
sedangkan aku sendirian
bertengger di langit malam
*
Senyap jumawa
terangku untuk siapa?
sementara mereka
sang perindu
terangterangan berkata
: tak butuh purnama sebagai pelita!
*
Mungkin kaujenuh menunggu
Sedari tadi berkubang gelap dikamarmu
renta memagut satu demi Satu
nafasku-nafasmu
malam pun selingkuhi lampu
*
Jangan tanya keberadaanku
bila ku pergi saat engkau merayu
Aku hanya bulan
di sepertiga malam
tak berkawan..
berkawan awan
sedangkan aku sendirian
bertengger di langit malam
*
Senyap jumawa
terangku untuk siapa?
sementara mereka
sang perindu
terangterangan berkata
: tak butuh purnama sebagai pelita!
*
Mungkin kaujenuh menunggu
Sedari tadi berkubang gelap dikamarmu
renta memagut satu demi Satu
nafasku-nafasmu
malam pun selingkuhi lampu
*
Jangan tanya keberadaanku
bila ku pergi saat engkau merayu
Aku hanya bulan
di sepertiga malam
tak berkawan..
Minggu, 21 Agustus 2011
"Mati Sendiri"
aku ingin mengalir
dari hulu ke hilir
menjadi riak
sesekali mengepak ombak
menghanyutkan jejak
aku ingin serupa angin semilir
melenggang-lenggang
mencumbu daun-daun
menggoda kelopak
menjadi musafir hingga nafas akhir..
aku ingin menjelma
dalam ketakutan
dalam kegelisahan
dalam kepura-puraan
dalam kenaifan
lalu tumbang sendiri
mati diam-diam tak ditangisi...
(Palembang, 21 Ramadhan 1432 H)
dari hulu ke hilir
menjadi riak
sesekali mengepak ombak
menghanyutkan jejak
aku ingin serupa angin semilir
melenggang-lenggang
mencumbu daun-daun
menggoda kelopak
menjadi musafir hingga nafas akhir..
aku ingin menjelma
dalam ketakutan
dalam kegelisahan
dalam kepura-puraan
dalam kenaifan
lalu tumbang sendiri
mati diam-diam tak ditangisi...
(Palembang, 21 Ramadhan 1432 H)
Langganan:
Postingan (Atom)